twitter.com/stanleyburburin |
Sejak peristiwa pengusiran warga arab dari tanah yang diklaim Israel tahun 1948, rangkaian kekerasan bersenjata terus berlanjut hingga generasi saat ini. Peristiwa yang kemudian dikenal dengan sebutan nakba ini tepat sehari setelah deklarasi negara Israel 14 mei 1948.
Deklarasi negara yang tak sedikitpun menyebutkan batas-batas negaranya dengan jelas. Dalih mereka adalah menghindari konflik wilayah dengan warga arab yang kala itu semakin memanas. Akan tetapi, Batas negara yang tak terjelaskan itu menyiratkan kemungkinan perluasan wilayah.
Terbukti, perluasan wilayah terus berlanjut hingga sekarang. Tak hanya soal wilayah, Israel bahkan berupaya men-subtitusi ideologi rakyat palestina melalui intervensi terhadap sekolah yang masih menggunakan kurikulum palestina.
Awal tahun tahun ajaran 2017, Pemerintah Israel menyerang sebuah Sekolah dasar dan Taman Kanak-kanak yang terhubung dengan pemerintah palestina. Seperti diberitakan tirto.id, Zahwat al-Quds adalah sebuah sekolah swasta jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) di daerah Beit Hanina lingkungan Yerusalem Timur. Sekolah ini melayani sekitar 90 siswa usia 3-9 tahun.
Pada bulan November, Mereka memasuki ruang kelas, menahan tiga guru termasuk wakil kepala sekolah, dan memotret beberapa siswa.
Ini bukan kali pertama israel melakukan intervensi terhadap pendidikan Palestina, sebelum-sebelumnya sudah banyak sekolah yang di hancurkan dengan dalih tak memiliki izin pembangunan. Termasuk sekolah yang beroperasi dari dana uni eropa.
Sebelumnya, upaya untuk melumpuhkan negara Palestina dilakukan secara massif oleh Israel. Mereka menghentikan bantuan dari negara-negara yang akan membantu Palestin di bidang pendidikan.
Seperti yang dilansir oleh Yediout Ahronout, Inggris berusaha untuk membantu pembangunan sekolah-sekolah di Palestina dan Gaza yang hancur akibat perang. Lebih dari 24 sekolah hancur akibat serangan Israel dalam perang 2014 lalu.
Pemerintah Inggris telah menyiapkan dana bantuan sebesar 30,5 juta dolar Amerika Serikat untuk Palestina dalam mengembalikan infrastruktur di bidang pendidikan. Anggaran ini juga digunakan untuk membayar gaji tiga puluh ribu guru Palestina. Total anggaran yang disumbangkan melalui Uni Eropa dari Inggris untuk Palestina sebesar 332,2 juta dolar Amerika Serikat.
Bantuan tersebut digunakan untuk mengembalikan proses pendidikan di Palestina dan Gaza. Namun, upaya ini terus saja digagalkan oleh Israel dengan mencoba mempengaruhi Uni Eropa, agar bantuan tersebut tidak disampaikan ke pihak Palestina.
Intervensi terhadap pendidikan Palestina dilakukan sangat serius, Israel bahkan mengerahkan intelejen Shin Beth untuk melancarkan penggantian kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah ataupun penerimaan dan pemecatan guru. Shin Beth juga berperan dalam pengangkatan kepala sekolah. Seringkali pemecatan guru dilakukan sekalipun sang guru kompeten. Shin Beth juga memiliki daftar "blacklist" guru di kawasan Palestina.
Anggota parlemen dan juga mantan kepala Shin Beth, Knesset Yacob Peri mengatakan, “Shin Bet sangat terlibat dalam segala hal, terutama dalam hal menjalankan fungsi pengelola pendidikan.” Tidak mengherankan, karena palestina selalu melahirkan para jihadis muda setiap generasinya. Zionis berusaha memutus generasi itu agar nantinya tak ada lagi perlawanan terhadap kepentingan politik pemerintah Israel.
Saat militer Israel mulai memblokade jalur gaza, nasib pelajar jauh lebih mengerikan. Mereka kesulitan untuk tidur, belajar ataupun bermain akibat pemadaman listrik yang terus menerus. Ditambah lagi kualitas lingkungan yang sebagian besar telah tercemar limbah.
EmoticonEmoticon