Krisis politik dan kemanusiaan selalu menyisakan cerita pilu. Masa-masa bersimbah darah pada tahun 1965-1966 tak jua hilang nodanya hingga kini. Krisis yang bermula dari penculikan 7 jendral ini berlanjut sampai ke desa-desa. Pemberontakan yang kemudian dibalas dengan razia besar-besaran anggota partai palu arit. Kelompok yang dituduh onderbouw PKI dimusnahkan tanpa sisa. Tak terkecuali organisasi guru yang dianggap berafiliasi dengan PKI.
Kisah Pak Naro, seorang guru yang ditangkap kemudian diasingkan di Pulau Buru. Ia dan beberapa kawannya terlibat dalam organisasi PGRI non-vaksentral. Organisasi pecahan PGRI yang diidentikkan dengan PKI. Keinginannya memperjuangkan kesejahteraan guru mendorongnya ikut organisasi sebagai media perjuangannya. Waktu itu, kesejahteraan guru sangat memprihatinkan. Ia sendiri hanya bisa membeli sepasang sepatu dengan susah payah.
Pasca G30S/PKI, Ia dibawa oleh tentara menggunakan truk. ia tak tahu menahu kejadian diIbukota serta alasan penangkapannya. Ia ditahan kemudian diasingkan ke pulau Buru selama 10 tahun. Kisah Pak Naro ini diceritakan secara apik oleh akun @lekmuchlis dalam artikelnya di kompasiana.
Kisah lain mencuat tahun 2016 yang lalu, saat puluhan eks tapol 1965 mendatangi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH). Pak Basuki yang dulunya adalah guru sekolah dasar tiba-tiba dipecat dan ditangkap setelah peristiwa G30S/PKI. Ia mengaku dipecat dan ditangkap tanpa proses setelah ditunding sebagai anggota PKI.
Pak Basuki ditahan dalam tahanan sempit yang seharusnya hanya berisi 10 orang tapi diisi hingga 40 orang. Semua itu Ia jalani selama dua tahun, hingga sebuah keberuntungan kecil menghampirinya. Pak Basuki dipekerjakan di Kodim sebagai pelayan seorang kapten. Ia merasakan sedikit kebebasan meskipun Ia harus berjalan kaki dari rumahnya ke Kodim karena tak punya kendaraan. Selama masa itu Ia mengaku tak diupah sepeserpun.
Kisah yang sama di paparkan oleh Kayin Haryoto, guru sekolah dasar golongan E2 yang kemudian menjadi Kepala SD Wanadadi, Banjarnegara. Tanggal 1 November 1965, Ia dtangkap saat sedang mengajar dan dibawa ke kantor polisi Wanadadi.
Pak Kayin Haryoto mengaku dinterogasi selama 11 hari hingga babak belur. Ia sama sekali tidak mengakui keterlibatannya dalam PKI. Akan tetapi, Ia merasa beruntung masih dikembalikan ke dalam sel karena beberapa lainnya tidak kembali (tewas).
Pak Kayin ditahan di Banjarnegara selama kurang lebih 3 bulan. Setelah itu ia dikirim ke Nusakambangan. Menjalani masa tahanan selama 5 tahun, Pak kayin kemudian dibawa ke pengasingan di Pulau Buru. Pengasingan di hutan belantara ini Ia jalani selama 9 tahun. Pak Kayin Haryoto menuliskan sendiri kisahnya di www.rappler.com
Menurut data Yayasan Peneliti Korban Pembunuhan (YPKP) 1965-1966, ada 300 guru yang ditangkap pasca G30S/PKI. Sebagian lagi masih belum terdata.
Kisah Pak Naro, seorang guru yang ditangkap kemudian diasingkan di Pulau Buru. Ia dan beberapa kawannya terlibat dalam organisasi PGRI non-vaksentral. Organisasi pecahan PGRI yang diidentikkan dengan PKI. Keinginannya memperjuangkan kesejahteraan guru mendorongnya ikut organisasi sebagai media perjuangannya. Waktu itu, kesejahteraan guru sangat memprihatinkan. Ia sendiri hanya bisa membeli sepasang sepatu dengan susah payah.
Pasca G30S/PKI, Ia dibawa oleh tentara menggunakan truk. ia tak tahu menahu kejadian diIbukota serta alasan penangkapannya. Ia ditahan kemudian diasingkan ke pulau Buru selama 10 tahun. Kisah Pak Naro ini diceritakan secara apik oleh akun @lekmuchlis dalam artikelnya di kompasiana.
Kisah lain mencuat tahun 2016 yang lalu, saat puluhan eks tapol 1965 mendatangi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH). Pak Basuki yang dulunya adalah guru sekolah dasar tiba-tiba dipecat dan ditangkap setelah peristiwa G30S/PKI. Ia mengaku dipecat dan ditangkap tanpa proses setelah ditunding sebagai anggota PKI.
Pak Basuki ditahan dalam tahanan sempit yang seharusnya hanya berisi 10 orang tapi diisi hingga 40 orang. Semua itu Ia jalani selama dua tahun, hingga sebuah keberuntungan kecil menghampirinya. Pak Basuki dipekerjakan di Kodim sebagai pelayan seorang kapten. Ia merasakan sedikit kebebasan meskipun Ia harus berjalan kaki dari rumahnya ke Kodim karena tak punya kendaraan. Selama masa itu Ia mengaku tak diupah sepeserpun.
Kisah yang sama di paparkan oleh Kayin Haryoto, guru sekolah dasar golongan E2 yang kemudian menjadi Kepala SD Wanadadi, Banjarnegara. Tanggal 1 November 1965, Ia dtangkap saat sedang mengajar dan dibawa ke kantor polisi Wanadadi.
Pak Kayin Haryoto mengaku dinterogasi selama 11 hari hingga babak belur. Ia sama sekali tidak mengakui keterlibatannya dalam PKI. Akan tetapi, Ia merasa beruntung masih dikembalikan ke dalam sel karena beberapa lainnya tidak kembali (tewas).
Pak Kayin ditahan di Banjarnegara selama kurang lebih 3 bulan. Setelah itu ia dikirim ke Nusakambangan. Menjalani masa tahanan selama 5 tahun, Pak kayin kemudian dibawa ke pengasingan di Pulau Buru. Pengasingan di hutan belantara ini Ia jalani selama 9 tahun. Pak Kayin Haryoto menuliskan sendiri kisahnya di www.rappler.com
Menurut data Yayasan Peneliti Korban Pembunuhan (YPKP) 1965-1966, ada 300 guru yang ditangkap pasca G30S/PKI. Sebagian lagi masih belum terdata.
EmoticonEmoticon