Lourdes, kampung di perbatasan RI-Malaysia, Pulau Sebatik, Nunukan Kalimantan Utara. Mulanya, pemukiman ini dibuka oleh Bapak Petrus Roga pada tahun 1996 dengan lahan kecilnya.
Deportasi TKI besar-besaran tahun 2002 adalah salah satu cikal bakal Lourdes menjadi sebuah kampung. keluarga Bapak Petrus Roga yang tinggal lebih dulu di kampung ini memanggil keluarganya yang dideportasi.
Sekitar tiga tahun kemudian, Loudres yang berarti sunyi/terpencil menjadi pemukiman ramai.
Deportasi TKI besar-besaran tahun 2002 adalah salah satu cikal bakal Lourdes menjadi sebuah kampung. keluarga Bapak Petrus Roga yang tinggal lebih dulu di kampung ini memanggil keluarganya yang dideportasi.
Sekitar tiga tahun kemudian, Loudres yang berarti sunyi/terpencil menjadi pemukiman ramai.
Selain arti kata, penamaan Loudres juga terinspirasi dari nama kota kecil di Prancis. Kota tempat seseorang yang pernah melihat Bunda Maria dan merupakan kota ziarah bagi penganut khatolik di Eropa. Di kota itu terdapat patung Bunda Maria dalam gua.
Wajar saja jika penduduk kampung ini pun membuat replika patung yang sama dalam gua buatan. Gua buatan ini di bangun di halaman sebuah gereja di atas bukit. Dari halaman gereja itu juga kita bisa melihat gedung-gedung kota Tawau, Sabah Malaysia.
Penduduk kampung Loudres sebagian besar adalah eks TKI yang berasal dari Flores Nusa Tenggara Timur. Mereka membangun rumah-rumah kayu di lereng bukit. Hampir semua penduduknya memiliki hubungan keluarga. Beberapa bekerja di kebun sendiri, ada juga yang bekerja di negara tetangga sebagai buruh perkebunan dan kilang. Setiap hari mereka melintasi perbatasan untuk bekerja.
Tidak ada sekolah menengah negeri di sekitar kampung. Mereka yang ingin bersekolah di SMP atau SMA milik pemerintah harus ke desa Aji kuning. Waktu tempuh ke Aji Kuning kira-kira 20 menit dengan sepeda motor.
"Dipagi hari kita akan melihat rombongan anak sekolah dari perkebunan sawit Bergusun Malaysia, mereka itu adalah anak-anak pekerja yang ingin bersekolah di wilayah Indonesia" Ungkap Daniel, pemuda kampung Loudres.
Kita patut belajar banyak dari masyrakat Loudres. Meskipun kadangkala diteror oleh kemarau akibat tidak adanya PDAM, longsor di perbukitan, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai, ataupun sinyal komunikasi kurang baik, Nasionalisme mereka tetap terjaga. Bendera Merah Putih masih tetap berkibar di halaman rumah mereka.
EmoticonEmoticon